Oleh : Setiyono
Ketika
manusia di tanya “mana yang dipilih antara kehidupan yang sukses dan
kehidupan gagal?” maka mayoritas pasti
akan menjawab untuk memilih sukses. Begitu juga ketika ditanya “memilih mana
antara masuk surga atau neraka? Pasti jawabnya memilih surga. Karena memang itu
adalah tabiat manusia, cenderung suka kepada hal-hal yang berbau kesuksesan.
Tapi tidak sedikit juga yang hanya sampai kepada batas memilih sukses, namun
tidak mau BERKOMITMEN untuk sukses. Sehingga banyak kita temukan orang-orang
yang telah memasuki periode tua namun miskin karya, dan membuat hidupnya serasa
tidak memiliki arti apa-apa bagi manusia yang lainnya, baik ketika ia masih
hidup ataupun sudah tiada. Jikapun ia pernah mengukir arti bagi manusia, itu
mungkin hanya sebatas keluarga yakni istri, suami, dan anak. Beruntung bila
memang keluarganya mampu menebarkan benih-benih kebaikan yang pernah ditanamnya
kepada masyarakat luas,sehingga ia akan menuai hasil di akhirat. Namun jika
tidak? Maka terputuslah semuanya dan ia akan merana dikehidupan abadi itu. Terlalu
kerdil rasanya bila sepanjang hidup seseorang hanya dihabiskan untuk mengurus
keluarganya. Memang tidak dinafikan bahwa keluarga merupakan elemen penting
untuk menunjang kiprah seseorang dalam lingkup yang jauh lebih luas, karena
biar bagaimanapun sebelum mewujudkan masyarakat yang sehat misalnya, maka
keluarga juga harus sehat terlebih dahulu. Tapi ingat, jangan terlalu lama
membenam potensi diri hanya di internal keluarga, karena manusia akan semakin
dicintai oleh Allah swt bila ia mampu memberikan manfaat sebanyak-banyaknya
bagi manusia yang lainnya. Kesuksesan yang akan saya bahas disini bukan
semata-mata sukses didunia karena memiliki banyak materi ataupun sukses dengan
prestasi yang masih berkaitan dengan dunia, melainkan kesuksesan dalam bentuk
karya-karya yang bermanfaat bagi umat manusia sepanjang massa, ia tidak akan
hilang ditelan zaman, atau yang biasa saya sebut sebagai investasi masa depan.
Sebuah
apresiasi berharga untuk kita bila masih berada dalam periode muda namun sudah
memiliki niat untuk menaburkan benih-benih kebermanfaatan bagi manusia yang
lainnya, dengan sebuah harapan bahwa kelak ketika kita sudah berada dikehidupan
abadi maka kita akan menikmati hasilnya. Akan lebih hebat lagi bila niat itu diiringi
dengan sebuah komitmen untuk bisa mewujudkannya, terlepas nanti akan benar
terwujud atau tidak, itu soal lain. Yang paling penting untuk dijaga adalah
komitmen untuk mewujudkan itu. Karena kelak Allah swt tidak akan mempertanyakan
apakah kita berhasil atau tidak dalam mewujudkan apa-apa yang menjadi niatan
kita, melainkan Allah akan menanyakan kepada kita tentang seberapa besar komitmen
usaha kita untuk mewujudkan itu.“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an
dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab
(yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu;
maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah
datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan
jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu
umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu,
maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan
itu.” (QS Al-Maidah ayat 48). Bukan bermaksud hendak menafsirkan, namun
bila kita renungkan kandungan dari ayat tersebut telah dijelaskan bahwa
sebenarnya mudah bagi Allah untuk menentukan kelak kita akan menjadi apa,
hidupnya bagaimana, dan bakal masuk surga atau neraka. Tapi sekali lagi Allah
ingin menguji kita, seberapa besar komitmen berjuang untuk mengarahkan
kehidupan kita baik itu ketika didunia ataupun diakhirat kelak. Terkait dengan
hal ini, Allah swt juga kembali mengingatkan kita bahwa “........sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum,
sehingga mereka yang merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...(Ar Ra’d
: 11).
#Renungan
Hal
yang perlu diingat sebelum kita melakukan tindakan-tindakan yang mengarah
kepada karya, maka kita harus benar-benar menyandarkan seluruhnya kepada Allah
swt. Hal ini bertujuan agar apapun yang kita lakukan tidak menjadi sia-sia,
walaupun diakhir kehidupan kita tidak satupun karya yang bisa kita selesaikan, padahal
komitmen usaha kita untuk mewujudkannya sudah sangat maksimal, kelak suatu saat
dengan kuasaNya karya yang belum kita selesaikan itu akan ditampilkan kepada
manusia yang lainnya, dengan skenarioNya yang bukan menjadi wewenang kita untuk
mengetahui hal itu, walaupun kita sudah tiada lagi didunia ini, yakinlah.
Selain
bertujuan agar tidak sia-sia, satu hal
yang paling bermanfaat ketika kita menyandarkan semuanya kepada Allah swt, dan
kita masih dalam keadaan hidup namun sangat kesulitan dalam menyelesaikan karya
kita yang akan bermanfaat bagi orang lain dan memiliki akhir kesuksesan, maka
Allah akan menghindarkan kita kepada hal-hal yang negatif seperti kerusakan
jiwa. Karena banyak manusia yang menderita jiwanya ketika ia diterpa dengan
banyak kesulitan tatkala bekerja untuk membuat karya, orang-orang yang seperti
ini dikarenakan tidak menyandarkan seluruhnya kepada Alllah swt, dia lebih
cenderung mengharabkan materi sebagai imbalan untuk karyanya “pragmatis”. Sebagaimana
firmanNya “(36)barangsiapa berpaling dari
pengajaran Tuhan yang maha pemurah (Al qur’an), kami adakan baginya setan (yang
menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertai.(37) Dan
sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang
benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk (Az Zukhruf : 36-37).
Salam
Indonesia.
Sumber
: 1. On Being A Muslim (Menjadi muslim didunia modern). Farid Esack, 2004
2. Komitmen Muslim Sejati.
Fathi Yakan, 2007
#Sang
Pembelajar#
Posting Komentar