Oleh : Setiyono
Untuk
memperbaiki perekonomian rakyat Indonesia, belumlah cukup hanya dengan
mendirikan apa yang dinamakan braintrust “kelompok pemikir” (baca; gerilya politik ekonomi. Tan Malaka),
walaupun kelompok itu terdiri dari orang-orang jebolan Universitas besar dalam
negeri, dan Universitas-universitas besar yang ada di negara lain. sejarah
sudah pernah mencatat (baca; Mengkritisi
kebijakan Pemerintah, Dr. Irwan Prayitno) bagaimana Megawati ketika
memimpin Republik ini telah membuat tim yang diisi oleh para pemikir-pemikir
hebat, seperti kwik kian gie, Dorodjatun Kuntjoro Jakti, Boediono, Rini Suwandi,
Laksamana Sukardi, dan Ali Marwan Hanan. Dengan tim yang diisi oleh orang-orang
yang hebat, saat itu braintrust buatan Megawati tersebut cukup meyakinkan
rakyat Indonesia, dan menumbuhkan persepsi positif akan kemajuan ekonomi negeri
ini, dan bahkan sempat dijuluki sebagai "the dreams team", ala
kulihal ditengah perjalanan ternyata team ini tidak mampu juga untuk memajukan
ekonomi Indonesia, sehingga julukan diganti menjadi "the dreaming
team" (team yang kerjanya bermimpi). Hal ini menunjukan kepada kita bahwa
perbaikan ekonomi Indonesia tidak cukup hanya diserahkan kepada para
pemikir-pemikir hebat yang duduk di pemerintahan, melainkan perbaikan perekonomian Indonesia harus
dibarengi dengan kejelasan karakter pemerintahnya dan juga bantuan rakyatnya
sendiri, rakyat yang berkarakter tentunya.
China,
yang menurut catatan sejarah adalah Negara yang pernah tertindas oleh Jepang,
dan pernah menjadi Negara yang terpuruk, kini Negara tersebut telah menjadi
salah satu motor pengerak perekonomian dunia. Semua itu dikarenakan adanya
kejelasan karakter baik itu pemerintah ataupun rakyatnya, yakni confusius. Sedangkan
Jepang, dulu pernah di gempur oleh tentara sekutu dengan dihancurkannya kota
Hiroshima dan Nagasaki, sehingga hal ini menyebabkan penarikan mundur semua
tentara jepang dari wilayah jajahannya, dan peristiwa ini juga telah membuat
jepang terpuruk. Tapi karena jepang memiliki karakter yang dikenal dengan nama
Bushido, maka dalam tempo yang relatif singkat Jepang mampu bangkit kembali
dari keterpurukan, bahkan pasar teknologi dunia saat ini nyaris dikuasainya. Beberapa
waktu yang lalu, bangsa kita telah dicubit oleh Malaysia dengan pengakuan bahwa
wayang kulit, Reog Ponorogo, Batik, lagu Rasa sayange, alat musik angklung, dan
tari tor tor adalah milik Malaysia, cukup mengegerkan waktu hal ini diberitakan.
Walaupun saat ini UNESCO telah menetapkan bahwa itu semua adalah murni milik
Indonesia. Pertanyaannya adalah, mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabnya karena
Indonesia tidak memiliki karakter, sehingga membuat nilai-nilai kebangsaan
nyaris punah.
Pemerintah
kita saat ini tidak lagi memiliki karakter, padahal salah satu cara untuk
menumbuhkan karakter dalam tataran grass root adalah adanya percontohan dari
atas, atau dengan bahasa lain “top down”. Pemerintah kita cenderung suka
bermewah-mewahan, tanpa memikirkan nasib bangsa dimasa yang akan datang. Perlu bagi
kita untuk mengetahui sedikit kisah hidup salah satu tokoh revolusi negeri ini,
yakni Mohammad Hatta. Ia adalah seorang Negarawan sejati yang pernah dimiliki
oleh negeri ini, ia pernah menduduki berbagai jabatan strategis distruktur Pemerintahan
pada masa orde baru, tapi bagaimana kondisi hidupnya ketika ia sudah tidak lagi
memegang jabatan sebagai wakil Presiden pertama Republik ini “menjadi rakyat
biasa” ia tidak bisa menghidupi keluarganya yang beranggotakan lima orang yakni
anak dan istrinya, beruntung banyak rekan-rekannya yang membantu. Memang ketika
ia memutuskan untuk melepaskan jabatannya sebagai wakil Presiden, banyak
tawaran dari berbagai perusahaan untuk menjadikan dirinya sebagai komisaris,
tapi kesemuanya ditolak dan ia mengatakan “apa kata rakyat nanti” (baca; Mohammad Hatta, hati nurani bangsa. Prof.
Dr. Deliar Noer). Kesederhanaan yang ditampilkan sangat jauh berbeda dengan
kondisi kehidupan pejabat-pejabat kita saat ini, sehingga dengan karakter yang
demikian ia mampu menjadi salah satu tokoh penting bagi kemerdekaan Republik
Indonesia.
Kita
mengharabkan karakter tidak hanya dimiliki oleh pelaku-pelaku perjuangan negeri
ini, tetapi juga dimiliki oleh pejabat saat ini dan juga rakyat yang menjadi unsur
utama dalam keberlangsungan suatu bangsa.
Salam
Indonesia.
(Mahasiswa
Jurusan Planologi, Fakultas Teknik UIR)
Posting Komentar