Oleh
: Setiyono
Dalam
lamunan menjelang istirahat tadi malam, terlintas satu pertanyaan yang diajukan
oleh fikiran saya, “kenapa banyak orang yang hidup dalam kondisi minus
financial sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sifatnya masih primer
saja cenderung tidak terpenuhi, padahal mereka hidup ditengah euforia para
elite pemerintah dan ditengah negeri subur yang gemah ripah loh jinawi?”
setelah mengikuti Dinamika dalam pemikiran saya, dan saya putar ulang disiplin
informasi yang saya dapat dari berbagai sumber pemberitaan dan buku-buku yang
pernah saya baca, akhirnya jawaban atas kegundahan saya ini tertemukan, yakni
salah satu factor utama “diluar kemalasan diri”, bahwa penyebab kenapa kondisi
kehidupan masyarakat yang seperti itu bisa terjadi ialah dikarenakan tidak
diterapkannya Al-Qur’an dan Hadist sebagai referensi utama dalam kehidupan
bernegara. Lebih bangga sepertinya negeri kita ini menerapkan sistem
kolonialisme dan imperialisme ketimbang menerapkan Al-Qur’an dan hadist,
padahal telah jelas kerusakan yang ditimbulkan oleh sistem yang keblinger
tersebut. Tapi semua peristiwa yang menimpa negeri ini tak kunjung jua
membangkitkan kesadaran para penentu kebijakan untuk memasukan ke recycle bin
semua sistem yang sudah memporak-porandakan kehidupan berbangsa dan bernegara
ini. Haruskah kita menanti azab dari Alloh swt dihari selanjutnya, azab yang
jauh lebih besar dari yang sudah pernah dilimpahkan, baru kita akan menyadari
akan pentingnya untuk menjadikan Al-Qur’an dan Hadist sebagai landasan kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Memang
negeri kita ini hampir 80% adalah berpenduduk muslim, dan pejabat-pejabat juga
mayoritas muslim, tapi pemahaman akan ayat-ayat yang terkandung didalam
Al-Qur’an dan pesan-pesan kehidupan yang terdapat didalam Hadist Rasululloh
saw, cenderung mengerti namun hanya segelintir yang mau mengaplikasikan, baik
itu rakyat atau pun ditataran para pejabatnya. Dengan potret demikian maka
kesejahteraan hidup dinegeri yang mayoritas beragama islam ini mustahil untuk
bisa sama-sama dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, sebelum masing-masing
dari kita menyadari dan memahami betul akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
seorang manusia, yakni “tidak diciptakannya jin dan manusia melainkan untuk
beribadah kepada Ku”, itu kata Alloh. Lantas timbul pertanyaan, kenapa harus
dikaitkan antara tujuan utama diciptakannya manusia dengan kondisi kesulitan
financial yang mendera sebagian orang yang hidup dinegeri ini? jawabnya adalah,
karena apabila masing-masing kita telah jauh lebih banyak yang memahami dan
menyadari serta benar-benar melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
manusia, dibanding dengan yang tidak. Maka, kemiskinan, kelaparan,
kriminalitas, kesenjangan sosial, dan hal-hal negatif lainnya akan sulit untuk
didapati dalam kehidupan bangsa ini. karena akan dipastikan para
manusia-manusia dengan jumlah yang lebih besar yang sudah faham akan tugas
kehidupannya yakni beribadah tadi, ketimbang yang tidak faham, dari
tangan-tangan mereka inilah yang akan bersukarela untuk terus dan terus
meringankan beban kehidupan manusia yang sedang dalam kondisi kesulitan dari
sisi financial tadi misalnya, ataupun kesulitan-kesulitan dalam wajah yang
lain. Karena mampu meringankan beban manusia itu adalah bagian dari beribadah
kepada Alloh swt.
Indah
nuansa kehidupan ini ketika Al-Qur’an dan Hadist benar-benar dijadikan sebagai
konsep hidup dalam semua lini kehidupan kita. Apapun yang berkaitan dengan
kehidupan ini, sebenarnya semua telah ditunjukan oleh Alloh dalam Al-Qur’an,
dan dijelaskan didalam Hadist Rasululloh saw. Namun redaksinya saja yang tidak
begitu sama persis dengan realitas yang ada, tapi esensinya tetap sama. Itulah
gunanya kita dikarunia akal oleh Alloh swt, dengan maksud untuk bisa memaknai
yang tersirat dari yang sudah tersurat. As-syahid Sayyid Quthb dalam pesannya
yang tertuang didalam buku dengan judul “aku wariskan untuk kalian” (fikih
pergerakan sayyid quthb). Mengatakan, sesungguhnya agama ini adalah suatu
manhaj bagi kehidupan manusia, realisasinya dalam kehidupan manusia hanya akan
terwujud dengan usaha manusia, dan dalam batasan-batasan kemampuan manusia.
Sangat mulia apabila seorang manusia selalu terhujam dihatinya untuk mulai
terus berkomitmen berjuang meringankan beban manusia yang lainnya, karena
berawal dari komitmen itulah maka kita telah termasuk kedalam golongan
orang-orang yang telah berusaha merealisasikan agama sebagai manhaj bagi
kehidupan didunia ini.
(Mahasiswa
Perencanaan wilayah dan kota, Fakultas Teknik, UIR)
Posting Komentar