POTRET KEBINATANGAN OKNUM POLISI !!
Oleh : Setiyono
(Political Analyst)
Ditengah
kesibukan polisi dalam mengungkap berbagai kasus yang terjadi dinegeri ini,
termasuk juga soal penembakan polisi yang kian marak terjadi. Alih-alih saat
ini polisi juga tersibukkan oleh kasus yang dilakukan oleh anggota polisi itu
sendiri. Yang mana kasus ini merupakan kasus yang sangat memalukan sepanjang
sejarah kepolisian Republik Indonesia. Karena berkaitan dengan moralitas, dan
sifat-sifat kebinatangan. Kasus itu ialah terkait dugaan perkosaan yang
dilakukan oleh sejumlah oknum anggota polisi, di salah satu Polsek di
Gorontalo, mereka diduga melakukan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur.
Bahkan
informasi yang berhasil dikumpulkan oleh beberapa media melalui sumbernya
langsung yakni korban dengan inisial IU yang masih berumur 16 tahun dan juga
melalui keterangan kedua orang tua korban, menyatakan bahwa, sejumlah anggota
polisi itu tidak hanya memperkosa, melainkan mereka juga menyekap korban selama
beberapa hari dan di gilir bersama-sama di bawah ancaman pistol.
Terkuaknya
kebejatan oknum anggota polisi ini dikarenakan laporan korban kepada kedua
orang tuanya, mendengar keterangan sang anak, orang tua korban pun langsung
melaporkan kasus itu ke Polda Gorontalo. Korban merupakan warga Gorontalo, Desa
Lakeya, Kecamatan Tolangohula, Kabupaten Gorontalo.
Kronologis
Berdasarkan
keterangan korban dan kedua orang tuanya, bahwa aksi bejat yang dilakukan oleh oknum
anggota polisi itu sudah berlangsung sejak bulan Ramadan tahun 2013.
Saat
kejadian pertama, korban mengaku dijemput seorang anggota polisi yang
dikenalnya bernama Briptu Gede usai pulang sekolah dan di bawa ke kosan Briptu
tersebut. Di tempat kos itu, korban yang masih berusia 16 tahun dan masih kelas
2 SMA ini di perkosa. Selain itu korban juga dipaksa untuk melayani nafsu bejat
delapan rekannya sesama anggota polisi. Dengan ancaman akan di tembak dengan
pistol bila korban menolak. Setelah diperkosa bergiliran, korban kemudian kembali
diancam akan ditembak jika menceritakan peristiwa tersebut kepada orang lain.
Kejadian
yang kedua, terjadi pada tanggal 1 Oktober 2013. Ironisnya, tindakan bejat yang
kedua ini dilakukan di polsek oleh Iptu Gede, bersama seorang satpam, dan
seorang preman.
Kasus
pemerkosaan ini baru terbongkar setelah korban yang menghilang selama 4 hari
ditemukan oleh salah seorang rekannya di Polsek Wonosari dalam keadaan mabuk
akibat minuman keras yang diduga diberikan para pelaku yang berwatak binatang
itu. Korban pun di bawa kerumah rekannya yang kemudian melaporkan hal ini ke
orang tua korban. Setelah dicari tahu kemana korban menghilang selama 4 hari,
akhirnya kepada orang tuanya korban mengaku dan menceritakan peristiwa tragis
yang menimpa dirinya. Barulah tindakan bejat itu terkuak ke publik. Karena hal
yang dialaminya ini, korban mengalami trauma berat. Hingga beberapa kali
pingsan jika mendengar atau melihat polisi. Sungguh binatangnya tindakan para
anggota polisi itu.
Respon Kepolisian
Pasca
mendapatkan keterangan dari anaknya, kedua orang tua korban langsung
melaporkannya ke polda gorontalo. Hal ini pun segera di respon oleh pihak
kepolisian gorontalo. Sebagaimana yang dikatakan oleh Kepala Bidang Hubungan
Masyarakat (Kabidhumas) AKBP Lisma Dunggio, bahwa saat ini Unit Perlindungan
Perempuan dan Anak Polda Gorontalo akan memeriksa saksi-saksi dan juga akan
menyelidiki siapa-siapa anggotanya yang terlibat dalam kasus ini.
Masih
berdasarkan keterangan dari AKBP Lisma Dunggio, bahwa polisi telah memeriksa 5
saksi terkait kasus ini. Kelima saksi tersebut termasuk kedua orangtua korban.
Yang mana sampai sejauh ini berdasarkan keterangan Lisma bahwa polisi belum
mengantongi nama-nama para pelaku. Namun, Lisma menyebut orang-orang yang
diduga telah mencabuli IU bukan hanya para polisi, tetapi juga masyarakat
umum.
Dan
para pelaku khususnya oknum anggota polisi yang terlibat akan di beri ganjaran
hukuman sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Lisma, “Itu akan ditindak tegas
pertama dia dikenai tindakan disiplin, kedua dikenai tindakan pidana, ketiga
dia ada kena sanksi kode etik. Jadi beratnya polisi itu kalau terdapat anggota
yang melakukan perbuatan yang seperti, jadi ada tiga sanksi yang dikenakan oleh
bapak kapolda. Namun demikian bukan hanya anggota polisi yang terlibat dengan
kasus ini, cuma karena penyelidikan dan penyidikan baru dimulai kemarin, jadi
belum semuanya diperiksa,” ujarnya kepada KBR68H saat dihubungi Sabtu siang
(12/10).
Masih
menurut Lisma, bahwa pihak kepolisian masih menunggu kesempatan untuk meminta
keterangan dari IU sebagai saksi korban. IU sempat dirawat di salah satu rumah
sakit yang ada di gorontalo akibat trauma akan kejadian yang dialaminya.
Namun
dalam pernyataan yang lain, seperti yang dilansir oleh dibeberapa media, bahwa
pihak kepolisian gorontalo juga sempat mengatakan bahwa IU bukanlah perempuan baik-baik. Pernyataan ini
pun memancing reaksi dari beberapa kalangan.
Apa Komentar Kompolnas?
Komisi
Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai, kasus perkosaan
terhadap IU,
merupakan persoalan serius yang harus cepat diselesaikan. Selain itu,
penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polda Gorontalo yang
menangani kasus ini diharapkan dapat memberikan rasa empati terhadap saksi
korban.
“Kompolnas
meminta agar penyidik tidak memaksa memeriksa korban pemerkosaan kecuali yang
bersangkutan sudah siap secara psikis,” tegas anggota Kompolnas, Hamidah
Abdurrahman melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Rabu
(23/10/2013).
Dan terkait pernyataan dari
kepolisian gorontalo, bahwa IU bukanlah wanita baik-baik. Kompolnas juga
mengomentari dan bahkan mereka “marah”, “Apapun posisi korban, anggota Polri
tidak berhak melakukan hal-hal yang tidak pantas bagi seorang aparat penegak
hukum. Pekan depan, kami akan segera ke Gorontalo bersama Lembaga Perlindungan
Saksi dan korban (LPSK) untuk melakukan klarifikasi,” tegas Anggota Kompolnas
Hamidah Abdurrahman kepada JPNN, Rabu (17/10).
Hal senada juga diungkapkan M
Nasser. Yang merupakan Personil Kompolnas, “Pemeriksaan anggotanya kepolisian
Gorontalo yang diduga memperkosa anak di bawah umur harus segera dituntaskan.
Jangan sengaja diperlambat, apalagi karena alasan IU itu bukan perempuan
baik-baik,” ujarnya.
Dia menambahkan, jika benar
melakukan perkosaan, anggota polisi itu bisa dikenakan sanksi kode etik dan
juga pidana. “Jangan kait-kaitkan alasan perempuannya tidak benar. Kita harus
melihat dia itu korban dan sebagai polisi harusnya tidak boleh melakukan
tindakan asusila tersebut,” tegasnya.
Sebagai aparat penegak hukum,
polisi harusnya melindungi warganya dan bukan "memangsanya".
"Siapapun korbannya, hukum itu tidak boleh memandang hal-hal yang seperti
itu,” kata Nasser.
Bagaimana Tuntutan Publik?
Karena
perbuatan yang dilakukan oleh para oknum anggota polisi tersebut merupakan hal
yang sangat memalukan dan tidak bermoral, praktis publik pun akan mengutuknya. Salah
satu tuntutan publik itu diwakili oleh seorang anggota DPR RI dan sekaligus Ketua
Kaukus Hak Asasi Manusia Parlemen ASEAN (APHR) Eva Kusuma Sundari, dimana ia
menyatakan, bahwa pelaku harus mendapat hukuman seberat-beratnya. Dia mendesak lembaga peradilan menghukum seumur
hidup kepada oknum anggota Polda tersebut jika terbukti memperkosa anak di
bawah umur. Seperti yang diungkapkannya “Pemerkosaan berkelompok oleh para
oknum anggota polisi terhadap korban yang masih berusia di bawah umur tersebut
merupakan tindakan seperti binatang, brutal, tidak bisa diterima oleh akal
sehat.”
Eva
mendesak Polda Gorontalo untuk menindaklanjuti laporan orang tua korban secara
serius dengan mengusut anggotanya yang terlibat. Dia mencontohkan penanganan
kasus pemerkosaan di India yang dihukum mati karena melakukan kejahatan seksual
kepada anak bawah umur dan melakukan pemerkosaan berulang. “Kapolri harus merespons krisis integritas
dijajarannya, terutama terhadap fakta-fakta bahwa para aparat kepolisian justru
pelaku kejahatan seksual. Bukan tidak mungkin, ini juga terjadi di daerah
lainnya di Indonesia,” ujarnya kepada beberapa awak media.
Posting Komentar