Selamat Datang di Website Setiyono

Anda Penjejak Ke:


MERENCANAKAN KEMATIAN

Jumat, 23 Agustus 20130 komentar

……Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi…. (Ar Rad : 17)
Ketika senja mulai hilang, malam mulai merambat pelan menyelimuti Madinah.  Nuansanya begitu indah dengan hiasan bintang-bintang, memberikan nuansa ketenangan dan kedamaian. Kesenyapan malam dan desiran angin kecil dari gurun menjadi saksi awal mula cerita yang begitu indah dan menyejarah dari seorang  Hanzhalah bin Abi Amir radiyallahu ‘anhu.
Malam itu, adalah momen yang sangat istimewa baginya. Malam dimana ia duduk di pelaminan bersama belahan jiwa yang siap mengarungi bahtera rumah tangga bersama.
“…mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka…
(QS Al-Baqarah : 187)
Ayat ini pun telah melekat erat dalam benak  Hanzhalah, dan senyumnya terus menghias wajah tatkala ia melihat belahan jiwanya dan ingat bahwa salah satu sunah Nabinya telah terpenuhi, dan ia siap untuk menjadi pakaian bagi belahan jiwanya itu. Malam itu menjadi sangat romantis, indah dan penuh kemesraan bagi keduanya.  Ya, Hanzhalah menikah pada malam yang esok paginya merupakan hari terjadinya perang Uhud. Ia meminta izin kepada Rasulullah sebelum esok pagi untuk membersamai istrinya selama semalam.
Pagi pun datang, terdengar gemuruh seruan jihad memenuhi seantero Madinah. Tanpa pikir terlalu penjang, Hanzhalah memutuskan tetap ikut bergabung beserta kaum Muslimin. Ia paham betul bahwa boleh jadi hari itu bisa jadi merupakan hari terakhir bersama sang istri tercinta. Namun, tekadnya untuk memperoleh kenikmatan akhirat lebih kuat. Berangkatlah ia dihantarkan oleh istrinya menuju barisan kaum Muslimin. Padahal saat itu ia belum sempat mandi junub.
Perang pun dimulai. Awalnya, kaum Muslimin mengalami kemenangan. Banyak harta rampasan perang dari musuh-musuh Allah yang tertinggal di medan juang. Hal ini menyita perhatian banyak pasukan kaum Muslimin. Formasi pasukan menjadi berubah total dan kacau balau. Mereka terlena dan sibuk untuk mengamankan ghanimah. Termasuk juga para pasukan pemanah yang berada diatas bukit (dikenal dengan nama bukit Uhud). Mereka turun dan turut sibuk bersama ghanimah itu. Padahal Rasulullah SAW berpesan agar tidak merubah posisi sebelum ada perintah darinya. Walhasil, mereka terkejut ketika para pasukan musuh yang dipimpin Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam) menyerang mereka dari belakang. Pasukan pun kelimpungan dan kekalahan besar akhirnya melanda kaum Muslimin.
Banyak sahabat Rasullullah yang syahid. Salah satunya ialah Hanzhalah, si pengantin baru. Ia terbunuh terkena tombak yang dilemparkan oleh Abu Sufyan, saat ia sibuk membentengi Rasulullah dari musuh yang mendekat. Itu merupakan bukti kecintaan dirinya terhadap Rasulullah.
Usai perang, Rasulullah dan para sahabat mendatangi setiap sahabat yang syahid. Ketika mereka sampai pada jasad Hanzhalah, terlihat sebuah pemandangan yang aneh, yakni ada tetesan-tetesan air dari wajahnya yang mengalir dari dahinya memancarkan cahaya dan membasahi rambutnya. Maka, Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh aku melihat malaikat memandikan Hanzhalah antara langit dan bumi dengan air awan dalam bejana terbuat dari perak.”
Hanzhalah telah menetapi firman Allah:
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Alquran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar”(QS At-Taubah : 111).
Kisah tentang Hanzhalah bin Abi Amir seyogianya menjadi model kematian setiap pribadi Muslim. Kematian di medan jihad sesaat setelah merasakan kenikmatan duniawi dalam menunjukkan bahwa ia sejatinya telah memiliki rencana kematian yang matang. Tanpa ragu ia lebih memprioritaskan kenikmatan akhirat daripada dunia tatkala pilihan itu datang. Bagaimana dengan kita? Seperti apakah kematian kita nanti, sebenarnya perlu kita rencanakan. Bukan berarti kita menetapkan waktu, tempat, dan bagaimana ajal datang. Namun, seperti apa kelak dunia ini memperlakukan kita pasca kematian dan seperti apa Allah menyambut kita setelah maut menjemput. Seperti itulah merencanakan kematian.
Kematian mungkin merupakan topik yang jarang dibahas orang kebanyakan orang. Ia dianggap bertentangan dengan mimpi-mimpi kehidupan dalam alam pikir manusia umumnya. Padahal bahasan tentang kematian justu amat penting. Dengannya kita bisa mengarahkan kehidupan agar tidak terlena dengan mimpi dunia yang acap menjauhkan dari Allah SWT. Bukankah kematian juga yang nanti mengantarkan kita kepada gerbang kehidupan sejati yang abadi?
Sebagian manusia tertipu dengan hal-hal semu di dunia fana ini. Mereka sibuk membuat visi hidup, tapi lupa merancang visi akan hidupa pasca kematian. Sehingga, mereka lengah dari memanfaatkan kehidupan dunia sebagai bekal di akhirat. Ya, mereka belum merencanakan kematian.
Apapun latar belakang kita, sebagai Muslim mestinya kita punya rencana kematian. Tentukan apakah diri kita nanti akan dilupakan begitu saja atau bahkan mungkin masyarakat sekitar girang akan ketiadaan kita. Atau sebaliknya, dunia akan berduka dan mengenang berbagai karya kebaikan yang kita torehkan. Bukan untuk menjadi penyebab ujub atau sombong, melainkan harapan kita tentunya kebaikan yang diketahui orang itu akan menjadi motivasi dan teladan untuk menciptakan kebaikan lain.
Tentukan pula rencana agar kelak para malaikat Allah menyambut karena ridho-Nya telah bersama kita. Hingga akhirnya, rencanakan pula apakah kita ingin menempati surga dengan kenikmatan tiada tara atau neraka yang penuh siksa. Namun demikian, tentu rencana adalah rencana. Perjuangan mewujudkannya adalah mutlak diperjuangkan.
Jika rencana kematian dalam kebaikan yang kita citakan, ragam amalan kebaikan mesti kita tetapi. Kita tak boleh terlena akan orientasi akhirat kita bagaimana pun kehidupan dunia berlangsung. Percayalah, kegigihan kita dalam beramal (istiqomah) dalam kebaikan adalah modal utama meraih kesuksesan kita mengapai renacana kematian nanti.
Penulis : Setiyono (Ketua Umum PD KAMMI Lancang Kuning Riau  2013-2015)
Editor : Nur Afilin

tulisan ini di muat oleh eramadina.com/22 Juli 2013

 http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CD4QFjAC&url=http%3A%2F%2Feramadina.com%2Fmerencanakan-kematian%2F&ei=siMYUtX_PIfjrAeM6oDAAg&usg=AFQjCNE_yadnT3Qo8HwnxbwaHlMnplYXcg&sig2=t3GrKFdp2TWmJfKh9JszfQ&bvm=bv.51156542,d.bmk&cad=rja
Silahkan share artikel ini : :

Posting Komentar

 
Web ini dikembangkan oleh PUSAT MULTIMEDIA
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger