Oleh
: Setiyono
......Adapun buih itu, akan hilang
sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada
manusia, maka ia tetap di bumi.... (Ar Rad : 17)
Ketika
senja mulai hilang, malam pun mulai merambat pelan menyelimuti Madinah. Nuansanya begitu indah dengan hiasan
bintang-bintang, memberikan rasa ketenangan dan penuh kedamaian. Kesenyapan malam
dan desiran angin kecil dari gurun, telah menjadi saksi awal mula cerita yang
begitu indah dan menyejarah dari seorang Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanh.
Malam itu, adalah momen yang sangat istimewa baginya.
Karena merupakan malam dimana ia telah berhasil mewujudkan mimpinya. Ia duduk
di pelaminan bersama belahan jiwa yang telah siap untuk mengarungi lautan
kehidupan dengan satu bahtera yang akan mereka buat bersama.
.... mereka
adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka...(Al Baqarah :
187)
Ayat ini pun telah melekat erat dalam benak Hanzhalah bin Abi Amir
Radiallahuanh, dan senyumnya
terus menghias wajah tatkala ia melihat belahan jiwanya dan ingat bahwa salah
satu sunah Nabinya telah terpenuhi, dan ia siap untuk menjadi pakaian bagi
belahan jiwanya itu.
Malam itu menjadi sangat romantis, indah dan penuh
kemesraan bagi keduanya. Dua insan pengantin baru, bercanda ria dalam ruangan
terbatas, tapi tidak terbatas bagi mereka. Segala hayalan dan keinginan yang
mereka simpan selama ini, akan sama-sama mereka jawab dengan cinta yang dihembuskan
Allah kedalam jiwa mereka.
Ia Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanh, menikah
pada malam yang esok paginya merupakan hari terjadinya perang Uhud. Ia meminta
izin kepada Rasulullah sebelum esok pagi pergi berperang, ia ingin bersama
istrinya memadu kasih dan menikmati saat-saat pertama mereka dipertemukan dalam
ikatan yang halal. Waktu terus berjalan, kemesraan demi kemesraan yang
berpahala telah mereka lakukan, hingga tampak fajar mulai menyingsing dan
cahaya pertama muncul. Kedua insan ini tampak saling menatap dengan mata yang
berbinar-binar, si istri tampak seperti bidadari yang bermata bening bagi Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanh,
dan sikap keduanya sama-sama sopan. Serta lafaz tasbih dan tahlil saling keluar
dari mulut mereka.
Selang beberapa saat, terdengar gemuruh perang dan suara
seorang penyeru jihad memenuhi pojok-pojok Madinah. Ia Hanzhalah bin Abi
Amir Radiallahuanh mulai menimbang-nimbang keputusan apa yang harus ia
ambil saat itu, apakah melanjutkan kemesraan bersama istrinya di rumah atau
berangkat berperang bersama para sahabat lainnya. Ia membandingkan antara
kenikmatan yang ia rasakan di dunia dan kenikmatan yang akan ia rasakan di
akhirat, hingga akhirnya ia memilih untuk segera menikmati kenikmatan akhirat walaupun
ia sendiri juga tidak mengetahui apakah hari itu merupakan hari terakhir
bersama belahan jiwanya atau tidak. Dengan kekuatan iman kepada Allah, kedua
insan ini pun segera menuju kebarisan yang telah disiapkan oleh Rasulullah dan berangkat
kemedan jihad dalam kondisi yang masih junub, karena memang belum sempat mandi
besar. Dan Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanh pun telah masuk dalam
gerbong yang berjalan kearah surga.
Perang pun dimulai, pada awal-awal perang Uhud ini
dilakukan pasukan muslim mengalami kemenangan yang baik. Banyak harta-harta
musuh Allah yang tertinggal di medan perang, dan hal ini menyita perhatian
banyak pasukan muslim hingga membuat formasi pasukan menjadi berubah total dan
kacau balau karena pasukan muslim mulai sibuk untuk segera mengambil harta-harta
dari para musuh Allah yang telah pergi meninggalkan medan perang itu. Termasuk
juga para pasukan pemanah yang berada diatas bukit (yang dikenal dengan nama
bukit Uhud), mereka segera turun dan sibuk mengambil harta-harta itu, padahal
sudah diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk tidak merubah posisi sebelum ada
perintah darinya. Tapi godaan harta itu membuat lalai para pasukan muslim, dan
membuat mereka terkejut ketika para pasukan musuh (waktu itu dipimpin oleh
Khalid bin Walid) menyerang mereka dari belakang dan membuat pasukan muslim kocar
kacir dan kalah perang.
Banyak sahabat Rasullullah SAW yang syahid para
perang itu, dan salah satunya ialah Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanh
yang masih pengantin baru. Ia terbunuh terkena tombak yang dilemparkan oleh Abu
Sofyan, disaat ia sibuk membentengi Rasulullah SAW dari setiap musuh yang akan
mendekat. Itu merupakan bukti kecintaan dirinya terhadap Rasulullah SAW.
Seusai perang, Rasulullah SAW dan para
sahabat-sahabat yang masih hidup mendekati satu persatu setiap sahabat yang
syahid. Dan ketika mereka sampai pada jasad Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanh, terlihat
sebuah pemandangan yang aneh, yakni ada tetesan-tetesan
air dari wajahnya yang mengalir dari dahinya memancarkan cahaya dan membasahi
rambutnya. Dan saat itu Rasulullah SAW bersabda "Sungguh Aku melihat
Malaikat memandikan Hanzhalah bin Amir ra antara langit dan bumi dengan air
awan dalam bejana terbuat dari perak.”
Maka ayat ini pun menjadi jawaban atas semua yang dilakukan
Hanzhalah bin Abi Amir. “Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin, diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil dan Alquran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu
lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar”(QS al-Taubah : 111).
Kisah
tentang Hanzhalah bin Abi Amir
sengaja penulis tampilkan dalam tulisan ini, dengan maksud untuk memberikan
sebuah gambaran akan model kematian yang kita inginkan. Seperti apakah kematian
yang kita inginkan, sebenarnya bisa mulai kita rencanakan dari sekarang. Maksud
merencanakan disini bukan bearti kita harus menetapkan rencana dari kematian
kita, tahun berapa, bulan apa, hari apa, dan jam berapa dan dimana, bukan
seperti itu maksudnya. Karena masing-masing kita tidak akan ada yang pernah
tahu kapan dan dimana kelak kita akan mati. Melainkan maksudnya adalah, seperti
apa kelak dunia ini memperlakukan kita pasca kematian dan seperti apa Allah
menyambut kita setelah melewati kematian itu. Itulah yang penulis maksud
sehingga judul tulisan ini adalah “merencanakan kematian”.
Kematian
merupakan topik yang jarang dibahas dalam berbagai pembicaraan, di media
seperti televisi, koran, dan sosial media juga sangat sedikit sekali yang mau
membahasnya. Topik seperti ini hanya sering dibahas oleh segelintir orang,
karena memang ketika membicarakan soal kematian maka cenderung akan
bertentangan dengan mimpi-mimpi kehidupan yang ada dalam fikiran banyak orang. Padahal
bahasan tentang kematian ini sangat penting untuk sesering mungkin dilakukan
oleh setiap orang, agar dengan demikian ia tahu bagaimana mengarahkan kehidupannya
agar tidak terjerumus kedalam mimpi-mimpi kehidupan yang menjauhkannya dari
Allah SWT, bersiap siaga.
Banyak
manusia tertipu dengan hal-hal semu yang ada di dunia ini. Sibuk membuat visi
akan kehidupannya di dunia, apa-apa saja yang harus ia miliki selama di dunia
semua tersusun dengan baik. Tapi banyak yang lupa untuk membuat visi akan kehidupannya
pasca kematian. Sehingga banyak orang yang sibuk mengejar dunia tapi lupa untuk
mempersiapkan bekalnya di akhirat. Ini semua karena ia tidak memiliki rencana
akan kematiannya.
Siapapun
dia, harus punya rencana dengan kematiannya. Buat dari sekarang kira-kira apa
yang kita inginkan ketika nanti fisik kita sudah tidak ada lagi di dunia ini,
apakah dunia ini akan melalaikan kita begitu saja setelah kita mati, atau dunia
ini akan mengenang kita setelah kita mati nanti. Apakah dunia akan mengenang
kita dengan kebaikan-kebaikan yang kita lakukan, atau justru akan mengingat
kita dengan keburukan-keburukan yang kita lakukan. Apakah harta-harta yang kita
kumpulkan di dunia bermanfaat bagi orang banyak atau justru menjadi malapetaka.
Dan
pasca kematian juga harus kita rencanakan, apakah Allah akan menyambut kita
dalam dekapan cintaNya, atau justru akan menyambut kita dengan siksaNya. Apakah
Allah akan memasukan kita kedalam surga, atau justru akan memasukan kita kedalam
neraka. Semua itu bisa kita rencanakan dari sekarang disaat kita masih hidup di
dunia ini. Namun kita tidak boleh lupa untuk melakukan sesuatu agar rencana itu
bisa terwujud. Karena sebaik apapun rencana, bila tanpa tindakan maka semuanya
juga tinggal rencana.
Kalau
kita ingin agar dunia mengenang kita dengan segala kebaikan-kebaikan kita, dan
ingin agar Allah menyambut kita dengan cintaNya pasca kematian nanti. Maka kita
harus lakukan aktivitas-aktivitas yang memang bisa bermanfaat bagi banyak
mahluk, hati-hati dalam setiap ucapan dan tindakan kita. Karena hanya dengan
melakukan sesuatu yang bisa bermanfaat bagi banyak mahluk lah seseorang akan
dikenal harumnya oleh dunia ini. Dan Allah akan melihat setiap apa yang kita lakukan
di dunia ini, sehingga itu akan menjadi penentu bagi kehidupan kita setelah
melewati kematian nanti.
Semoga
anda yang telah membaca tulisan ini memiliki rencana untuk kematian anda. Dan semoga
kita semua dipertemukan Allah di akhirat nanti dalam kondisi yang
sebaik-baiknya kondisi (berkumpul didalam Surga). Aamiin.
Posting Komentar