Selamat Datang di Website Setiyono

Anda Penjejak Ke:


MERENCANAKAN KEMATIAN

Kamis, 18 Juli 20130 komentar



Oleh : Setiyono
......Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi.... (Ar Rad : 17)
Ketika senja mulai hilang, malam pun mulai merambat pelan menyelimuti Madinah.  Nuansanya begitu indah dengan hiasan bintang-bintang, memberikan rasa ketenangan dan penuh kedamaian. Kesenyapan malam dan desiran angin kecil dari gurun, telah menjadi saksi awal mula cerita yang begitu indah dan menyejarah dari seorang  Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanh.
Malam itu, adalah momen yang sangat istimewa baginya. Karena merupakan malam dimana ia telah berhasil mewujudkan mimpinya. Ia duduk di pelaminan bersama belahan jiwa yang telah siap untuk mengarungi lautan kehidupan dengan satu bahtera yang akan mereka buat bersama.  
.... mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka...(Al Baqarah : 187)
Ayat ini pun telah melekat erat dalam benak  Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanh, dan senyumnya terus menghias wajah tatkala ia melihat belahan jiwanya dan ingat bahwa salah satu sunah Nabinya telah terpenuhi, dan ia siap untuk menjadi pakaian bagi belahan jiwanya itu.
Malam itu menjadi sangat romantis, indah dan penuh kemesraan bagi keduanya. Dua insan pengantin baru, bercanda ria dalam ruangan terbatas, tapi tidak terbatas bagi mereka. Segala hayalan dan keinginan yang mereka simpan selama ini, akan sama-sama mereka jawab dengan cinta yang dihembuskan Allah kedalam jiwa mereka.   
Ia Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanh, menikah pada malam yang esok paginya merupakan hari terjadinya perang Uhud. Ia meminta izin kepada Rasulullah sebelum esok pagi pergi berperang, ia ingin bersama istrinya memadu kasih dan menikmati saat-saat pertama mereka dipertemukan dalam ikatan yang halal. Waktu terus berjalan, kemesraan demi kemesraan yang berpahala telah mereka lakukan, hingga tampak fajar mulai menyingsing dan cahaya pertama muncul. Kedua insan ini tampak saling menatap dengan mata yang berbinar-binar, si istri tampak seperti bidadari yang bermata bening bagi  Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanh, dan sikap keduanya sama-sama sopan. Serta lafaz tasbih dan tahlil saling keluar dari mulut mereka.
Selang beberapa saat, terdengar gemuruh perang dan suara seorang penyeru jihad memenuhi pojok-pojok Madinah. Ia Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanh mulai menimbang-nimbang keputusan apa yang harus ia ambil saat itu, apakah melanjutkan kemesraan bersama istrinya di rumah atau berangkat berperang bersama para sahabat lainnya. Ia membandingkan antara kenikmatan yang ia rasakan di dunia dan kenikmatan yang akan ia rasakan di akhirat, hingga akhirnya ia memilih untuk segera menikmati kenikmatan akhirat walaupun ia sendiri juga tidak mengetahui apakah hari itu merupakan hari terakhir bersama belahan jiwanya atau tidak. Dengan kekuatan iman kepada Allah, kedua insan ini pun segera menuju kebarisan yang telah disiapkan oleh Rasulullah dan berangkat kemedan jihad dalam kondisi yang masih junub, karena memang belum sempat mandi besar. Dan Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanh pun telah masuk dalam gerbong yang berjalan kearah surga.
Perang pun dimulai, pada awal-awal perang Uhud ini dilakukan pasukan muslim mengalami kemenangan yang baik. Banyak harta-harta musuh Allah yang tertinggal di medan perang, dan hal ini menyita perhatian banyak pasukan muslim hingga membuat formasi pasukan menjadi berubah total dan kacau balau karena pasukan muslim mulai sibuk untuk segera mengambil harta-harta dari para musuh Allah yang telah pergi meninggalkan medan perang itu. Termasuk juga para pasukan pemanah yang berada diatas bukit (yang dikenal dengan nama bukit Uhud), mereka segera turun dan sibuk mengambil harta-harta itu, padahal sudah diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk tidak merubah posisi sebelum ada perintah darinya. Tapi godaan harta itu membuat lalai para pasukan muslim, dan membuat mereka terkejut ketika para pasukan musuh (waktu itu dipimpin oleh Khalid bin Walid) menyerang mereka dari belakang dan membuat pasukan muslim kocar kacir dan kalah perang.
Banyak sahabat Rasullullah SAW yang syahid para perang itu, dan salah satunya ialah Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanh yang masih pengantin baru. Ia terbunuh terkena tombak yang dilemparkan oleh Abu Sofyan, disaat ia sibuk membentengi Rasulullah SAW dari setiap musuh yang akan mendekat. Itu merupakan bukti kecintaan dirinya terhadap Rasulullah SAW.
Seusai perang, Rasulullah SAW dan para sahabat-sahabat yang masih hidup mendekati satu persatu setiap sahabat yang syahid. Dan ketika mereka sampai pada jasad  Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanh, terlihat sebuah pemandangan yang aneh, yakni ada tetesan-tetesan air dari wajahnya yang mengalir dari dahinya memancarkan cahaya dan membasahi rambutnya. Dan saat itu Rasulullah SAW bersabda "Sungguh Aku melihat Malaikat memandikan Hanzhalah bin Amir ra antara langit dan bumi dengan air awan dalam bejana terbuat dari perak.”
Maka ayat ini pun menjadi jawaban atas semua yang dilakukan Hanzhalah bin Abi Amir. “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Alquran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar”(QS al-Taubah : 111).
Kisah tentang Hanzhalah bin Abi Amir sengaja penulis tampilkan dalam tulisan ini, dengan maksud untuk memberikan sebuah gambaran akan model kematian yang kita inginkan. Seperti apakah kematian yang kita inginkan, sebenarnya bisa mulai kita rencanakan dari sekarang. Maksud merencanakan disini bukan bearti kita harus menetapkan rencana dari kematian kita, tahun berapa, bulan apa, hari apa, dan jam berapa dan dimana, bukan seperti itu maksudnya. Karena masing-masing kita tidak akan ada yang pernah tahu kapan dan dimana kelak kita akan mati. Melainkan maksudnya adalah, seperti apa kelak dunia ini memperlakukan kita pasca kematian dan seperti apa Allah menyambut kita setelah melewati kematian itu. Itulah yang penulis maksud sehingga judul tulisan ini adalah “merencanakan kematian”.  
Kematian merupakan topik yang jarang dibahas dalam berbagai pembicaraan, di media seperti televisi, koran, dan sosial media juga sangat sedikit sekali yang mau membahasnya. Topik seperti ini hanya sering dibahas oleh segelintir orang, karena memang ketika membicarakan soal kematian maka cenderung akan bertentangan dengan mimpi-mimpi kehidupan yang ada dalam fikiran banyak orang. Padahal bahasan tentang kematian ini sangat penting untuk sesering mungkin dilakukan oleh setiap orang, agar dengan demikian ia tahu bagaimana mengarahkan kehidupannya agar tidak terjerumus kedalam mimpi-mimpi kehidupan yang menjauhkannya dari Allah SWT, bersiap siaga.
Banyak manusia tertipu dengan hal-hal semu yang ada di dunia ini. Sibuk membuat visi akan kehidupannya di dunia, apa-apa saja yang harus ia miliki selama di dunia semua tersusun dengan baik. Tapi banyak yang lupa untuk membuat visi akan kehidupannya pasca kematian. Sehingga banyak orang yang sibuk mengejar dunia tapi lupa untuk mempersiapkan bekalnya di akhirat. Ini semua karena ia tidak memiliki rencana akan kematiannya.
Siapapun dia, harus punya rencana dengan kematiannya. Buat dari sekarang kira-kira apa yang kita inginkan ketika nanti fisik kita sudah tidak ada lagi di dunia ini, apakah dunia ini akan melalaikan kita begitu saja setelah kita mati, atau dunia ini akan mengenang kita setelah kita mati nanti. Apakah dunia akan mengenang kita dengan kebaikan-kebaikan yang kita lakukan, atau justru akan mengingat kita dengan keburukan-keburukan yang kita lakukan. Apakah harta-harta yang kita kumpulkan di dunia bermanfaat bagi orang banyak atau justru menjadi malapetaka.  
Dan pasca kematian juga harus kita rencanakan, apakah Allah akan menyambut kita dalam dekapan cintaNya, atau justru akan menyambut kita dengan siksaNya. Apakah Allah akan memasukan kita kedalam surga, atau justru akan memasukan kita kedalam neraka. Semua itu bisa kita rencanakan dari sekarang disaat kita masih hidup di dunia ini. Namun kita tidak boleh lupa untuk melakukan sesuatu agar rencana itu bisa terwujud. Karena sebaik apapun rencana, bila tanpa tindakan maka semuanya juga tinggal rencana.
Kalau kita ingin agar dunia mengenang kita dengan segala kebaikan-kebaikan kita, dan ingin agar Allah menyambut kita dengan cintaNya pasca kematian nanti. Maka kita harus lakukan aktivitas-aktivitas yang memang bisa bermanfaat bagi banyak mahluk, hati-hati dalam setiap ucapan dan tindakan kita. Karena hanya dengan melakukan sesuatu yang bisa bermanfaat bagi banyak mahluk lah seseorang akan dikenal harumnya oleh dunia ini. Dan  Allah akan melihat setiap apa yang kita lakukan di dunia ini, sehingga itu akan menjadi penentu bagi kehidupan kita setelah melewati kematian nanti.
Semoga anda yang telah membaca tulisan ini memiliki rencana untuk kematian anda. Dan semoga kita semua dipertemukan Allah di akhirat nanti dalam kondisi yang sebaik-baiknya kondisi (berkumpul didalam Surga). Aamiin.  


Silahkan share artikel ini : :

Posting Komentar

 
Web ini dikembangkan oleh PUSAT MULTIMEDIA
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger