Indonesia, sebuah negara kepulauan
terbesar didunia dengan 17.508 pulau. Diatas hamparan wilayah yang begitu luas
mencapai lebih kurang 1,3 % dari wilayah bumi, memiliki keindahan alam yang
sangat luar biasa, dan memiliki kekayaan alam yang begitu besar baik itu
didarat ataupun dilaut. Namun apa yang terjadi dengan Indonesia saat ini,
Kondisi ekonomi penduduk Indonesia tidak seimbang dengan kekayaan alam yang ada
dibumi pertiwi, hal ini dibuktikan dengan sulitnya menekan angka kemiskinan
yang ada dinegeri ini, sebagaimana data yang telah dirilis oleh Badan Pusat
Statistik mengenai perkembangan angka kemiskinan Indonesia dari tahun 2004 hingga
tahun 2011, menjelaskan bahwa ketika bulan Februari tahun 2004 penduduk miskin
di Indonesia berjumlah 36,10 juta jiwa, ditahun 2006 yakni bulan maret jumlah
penduduk miskin 39,30 juta jiwa, dan ditahun 2011 yakni tepatnya bulan
September penduduk miskin di Indonesia berjumlah 29,89 juta jiwa. Berdasarkan
data tersebut, angka kemiskinan di negeri ini memang cenderung mengalami
penurunan, walaupun ketika tahun 2006 mengalami kenaikan yang begitu signifikan
hal ini disebabkan jumlah harga-harga barang kebutuhan pokok melambung
tinggi yang digambarkan oleh Inflasi
umum sebesar 17,95 %. Dan setelah masuk
tahun 2007-2011 nyaris tidak ada kenaikan lagi angka kemiskinan di Indonesia.
Namun bila kita cermati dengan seksama maka akan terlihat bahwa penurunan angka
kemiskinan dinegeri ini sangat sulit untuk ditekan, dari 36,10 juta jiwa naik
menjadi 39,30 juta jiwa dan turun menjadi 29,89 juta jiwa. Bila dihitung
persentasenya dari jumlah penduduk Indonesia ketika tahun 2004 dengan jumlah
penduduk lebih kurang 217 juta jiwa maka sekitar 16 %
adalah penduduk miskin, ketika tahun 2006 jumlah penduduk lebih kurang 224 juta
jiwa maka jumlah penduduk miskin sekitar 18 % dan pada tahun
2011 dengan jumlah penduduk lebih kurang 239 juta jiwa maka angka kemiskinan
sekitar 12%. Bearti tidak mencapai 5 % penurunan bila dihitung dari tahun 2004,
dan tidak mencapai 7 % bila dihitung dari tahun 2006. Dan pada tahun 2012, BPS
menyatakan presentase penduduk miskin di Indonesia turun 0,53% pada Maret 2012
dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya, mudah-mudahan kenyataannya
memang demikian. Sungguh penurunan angka yang tidak begitu
fastastis. selanjutnya angka pengangguran, ketika awal tahun 2011 jumlah
pengangguran terbuka di Indonesia berdasarkan data dari BPS berada pada angka 8,12 juta jiwa, dan
celakanya sekitar 8% dari jumlah pengangguran tersebut adalah mereka yang telah
memiliki gelar sarjana dalam artian telah lulus dari Universitas yang ada di
Indonesia, dan bahkan pengangguran dari kalangan para lulusan Universitas yang
ada di Indonesia setiap tahun terus meningkat secara signifikan jumlahnya.
Peningkatan angka pengangguran tersebut tidak hanya pada 2 atau 5 tahun
terakhir, tetapi hampir setiap tahun jumlah itu terus bertambah, sebagaimana
data yang telah saya kutip dari Satuan kerja nasional (SAKERNAS) yang
menerangkan bahwa sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2009 angka pengangguran
di Indonesia terus meningkat, dimulai dengan angka 2,6 juta jiwa pada tahun
1990, dan menjadi 8,1 juta jiwa pada tahun 2009, pada februari tahun 2011
jumlahnya telah mencapai 8,12 juta jiwa, dan tahun 2012 berdasarkan pers rilis
BPS yang diberitakan oleh media online yakni detikfinance.com, BPS
menyatakan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2012
mencapai 6,32% atau 7,61 juta orang, Jumlah ini turun 6% dari Februari 2011
yang sebesar 8,12 juta orang. Akan tetapi yang menyedihkan adalah persentase Angka pengangguran muda saat ini mencapai 19,99 persen dan
jumlahnya masih sekitar 4,2 juta orang, hal itu
disampaikan oleh Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Salsiah Alisjahbana, yang
diberitakan oleh Antaranews.com, Selasa,
15 Mei 2012 22:19 WIB. Lantas ditahun-tahun yang akan datang apakah angka itu
akan terus mengalami kenaikan, semoga saja tidak.
Itu terkait dengan
masalah pengangguran, belum lagi kriminalitas yang terus merajalela di negeri
ini telah sampai pada titik kritis, nyaris setiap hari diseluruh media cetak
maupun elektronik baik itu Nasional dan Daerah selalu ada pemberitaan terkait
dengan tindak kriminalitas, baik itu korupsi, perampokan, pembunuhan,
pemerkosaan, penipuan, dan lain sebagainya. Data yang dihasilkan oleh BPS, menerangkan
bahwa, Berdasarkan laporan mabes polri, jumlah kejadian tindak kriminalitas di
indonesia selama periode tahun 2007–2009 walaupun berfluktuasi namun
menunjukkan tren yang semakin meningkat. jumlah kejadian tindak pidana dari
sekitar 330.000 kasus pada tahun 2007 berkurang menjadi sekitar 327.000 kasus
pada tahun 2008 dan meningkat menjadi sekitar 345.000 kasus pada tahun 2009,
dan ditahun 2010 sampai pertengahan tahun 2012 ini angka kriminalitas memiliki
pertumbuhan yang fluktuatif, tidak jauh beda dengan tahun-tahun sebelumnya,
ironis. Ditengah Negara yang mengaku berpenduduk religius dan berkeTuhanan,
tapi kriminalitas menempati angka yang cukup tinggi disetiap tahunnya.
Sekarang kita
lihat dari sisi Pendidikan, sampai saat ini pendidikan di Indonesia masih
memprihatinkan terbukti dengan banyaknya pemberitaan yang menyinggung tentang
fasilitas pendidikan yang ada didaerah-daerah, banyak gedung-gedung yang nyaris
tidak layak pakai namun tetap dipergunakan, ditambah lagi biaya pendidikan yang
masih mahal sehingga menyulitkan masyarakat kategori menengah kebawah, program
wajib belajar 9 tahun yang digalakan oleh pemerintah sejak tahun 1994 sampai
saat ini belum tercapai dengan maksimal, hal ini dikarenakan tidak sejalan
dengan kondisi ekonomi masyarakat, padahal seharusnya pendidikan adalah
komitmen antara masyarakat dan pemerintah, sebagaimana amanat UUD 1945 bahwa
tujuan Negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, pasal 31 UUD 1945
lebih tegas lagi menyatakan”(1) setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan”, dan ” (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya”. Namun apa yang terjadi dengan kondisi
pendidikan Indonesia saat ini tak kunjung mencerminkan semangat itu. Bahkan
cenderung mengalami penurunan yang cukup serius, Berdasarkan data dalam Education For All (EFA)
Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education
yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin
(1/3/2011) waktu setempat, indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI)
berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di
posisi ke-69 dari 127 negara di dunia, dan saya sangat yakin dengan hal itu. Bahkan
dengan Brunei Darusalam pun Indonesia jauh tertinggal yakni ke-34. Sedangkan
malaysia peringkat ke-65. Padahal sebelumnya Indonesia menduduki peringkat
ke-65 pada tahun 2010, ironis.
Selanjutnya tentang masalah
kesehatan, hal ini masih sangat perlu untuk diperhatikan semua kalangan, karna
bagaimanapun kesehatan memiliki implikasi terhadap sumber daya manusia
Indonesia dimasa yang akan datang. Salah satu ukuran untuk menggambarkan
pencapaian hasil pembangunan suatu negara termasuk pembangunan bidang kesehatan
digunakan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang mana cakupan dari
IPM tersebut meliputi kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Dan salah satu
indikator dari pencapaian indeks kesehatan adalah umur harapan hidup (UHH)
masyarakat yang rata-rata berusia 69 tahun menurut data BPS. Memasuki awal
tahun 2012, angka kematian maternal (maternal mortality rate/MMR) di Indonesia
sering disebut AKI (angka kematian ibu) cenderung mengalami peningkatan, dan
berdasarkan data yang dirilis oleh United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia
termasuk salah satu yang tertinggi di Asia. Angka kematian ibu, seringkali
dijadikan patokan oleh UNDP untuk mengetahui dan mengambarkan besarnya masalah
kesehatan di suatu Negara, bila sudah demikian maka hal ini berkaitan erat
dengan kualitas pelayanan dan sumber daya disuatu Negara. Bila jumlahnya
semakin tinggi maka dapat diasumsikan tentang buruknya kesehatan, pelayanan
kesehatan, dan sumber daya di suatu Negara tersebut. Dan pada kenyataannya
Indonesia berada dalam kondisi itu.
Selanjutnya mari kita lirik
infrastruktur di negeri yang berjulukan jambrut khatulistiwa ini, berikut
kutipan dari buku yang berjudul Negara, BUMN dan Kesejahteraan Rakyat yang
ditulis oleh Fahri Hamzah, “pasca krisis ekonomi negeri ini pembangunan
infrastruktur Nasional mengalami penurunan yang begitu signifikan, padahal
pembangunan infrastruktur merupakan katalisator dalam pembangunan perekonomian nasional” demikian dijelaskan. Hal yang
menjadi sorotan utama ketika membicarakan masalah infrastruktur nasional adalah
soal jaringan jalan, pada tahun 2004 direktorat jenderal Bina marga telah
merilis data tentang semakin menurunnya kualitas pelayanan jalan dijalur-jalur
utama, dan perbaikan infrastruktur nasional cenderung lambat dengan alasan
keterbatasan dana. sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum
Kadin bidang Infrastruktur, Konstruksi dan Properti Zulkarnaen Arief yang
dilansir Rakyat media online, Minggu, 01 Januari 2012 , 08:07:00 WIB. Ia menilai, jika
infrastruktur tidak diperbaiki hingga memasuki tahun 2015, maka Indonesia hanya
akan menjadi Negara hulu tanpa hilirisasi. Infrastruktur Indonesia sangat
tertinggal jauh dibanding Malaysia dan Thailand. Pelabuhan di Indonesia hanya
sekitar 100 atau satu pelabuhan disetiap 1000 km, sementara di Thailand ada
satu pelabuhan disetiap 50 km. panjang jalan tol di Indonesia hanya 700 km,
pertumbuhannya hanya 5-10 km per tahun. Sementara Malaysia memiliki 4000 km
jalan tol dan china 10.000 km jalan tol,” ironis.
Selanjutnya kita akan singgung
terkait dengan kondisi Lingkungan Hidup, secara nasional kualitas lingkungan
hidup di Indonesia masih rendah, hal ini dibuktikan dengan masih adanya
kasus-kasus yang berkaitan dengan pengrusakan lingkungan hidup, contoh beberapa
pekan terakhir ini telah terjadi perseteruan antara masyarakat yang berada
didaerah pulau padang kab. Meranti, Provinsi Riau dengan PT.RAPP, perseteruan
ini bermula ketika SK Menteri Kehutanan No. 327/2009 tentang Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) untuk PT RAPP
diterbitkan oleh Menteri Kehutanan. Benar memang apa yang dilakukan oleh
masyarakat pulau padang untuk
menghalangi konsesi PT.RAPP ini, karena kondisi pulau ini berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh karyanto dkk, dari fakultas Kehutanan UGM, pulau
padang memiliki kedalaman gambut >3 Meter yang dekat dengan pantai sedangkan
yang menjauh memiliki kedalaman 6,5 meter. Dan berdasarkan ketentuan
perundang-undangan maka kawasan yang memiliki kedalaman gambut lebih dari 3 M
termasuk kawasan hutan lindung dan tidak
diperuntukan pengusahaan HTI karena berpotensi merusak kawasan tersebut. Namun
pada kenyataannya PT.RAPP tetap melakukan konsesi di pulau itu, sehingga memicu
perseteruan dengan masyarakat, dan bahkan masyarakat sampai hendak melakukan
aksi bakar diri bila izin konsesi lahan tersebut tidak dicabut oleh KEMENHUT
RI. Ada lagi kasus lumpur lapindo di sidoarjo jawa timur, yang sampai saat ini
sudah berjalan 6 tahun namun tak kunjung bisa diselesaikan masalahnya. Minyak
British petroleum Tumpah di teluk meksiko,Obama minta ganti rugi 183,17
Trilyun. sementara Lumpur nyebur
disidoarjo boro-boro Pemerintah minta ganti rugi, malah memberi perlindungan
dan sokongan dana kepada Lapindo yang diambil dari APBN senilai 8,6 trilyun rupiah
sejak 2006-2012, ironis.
Nah, yang menjadi pertanyaan
sekarang adalah,
1.
Bagaimana agar ditahun-tahun yang akan datang
kita dapat terlibat aktif dalam merubah wajah Indonesia menjadi jauh lebih
baik?
2.
Bagaimana mengobati luka-luka negeri ini?
3.
Bagaimana memunculkan mutiara-mutiara didalam
negeri ini agar dapat menyinari sabang sampai marauke?
4.
Apa penyebab ke dilematisan Indonesia?
5.
Siapa yang harus bertanggung jawab atas negeri
ini?
Pertanyaan-pertanyaan
yang menjadi keresahan saya ini sekiranya perlu untuk direnungkan bersama. Demi
Nasib bangsa di masa depan.
Jayalah
Indonesia.
Posting Komentar